Senin, Agustus 27, 2007

Bima's Files thinker 1


VIVAT!!!

Kehidupan Politik Kampus Politik dapat diartikan sebagai alat untuk menjalankan kegiatan di mana pun. Dalam bentuk apapun kegiatannya, Negara, provinsi, kecamatan, kampus dan lain sebagainya. Dasar kehidupan kita yang paling tidak kita sadari ialah ilmu memimpin, mempengaruhi, menguasai dan strategi taktis dalam hidup. Apakah mungkin seorang camat terpilih dengan tangan kosong dan diam sambil duduk merokok dan minu kopi? Atau calon legislative yang kampanye dengan pidato tiap hari bisa terpilih menjadi anggota dewan? Jawabannya jelas tidak. Mereka melakukan apa yang dinamakan dinamika politik. Jika diibaratkan, kita mempunyai medan perang yang harus ditaklukkan. Dan senjata kita bermacam – macam. Tinggal kita pilih saja, yang efektif, mematikan, pelan tapi pasti atau apapunlah. Itu pilihan pribadi, karena dalam hidup seua orang memang pasti dihadapkan kepada pilihan. Nah, dasar apakah yang menentukan pilihan? Salah satunya adalah dengan idealisme yang kuat. Dasar pemikiran, dasar yang menjadi acuan kita untuk berbuat. Namun permasalahannya, apakah ideologi yang kita pilih sesuai dengan hakekat manusia sebagai makhluk social, makhluk bagian alam dan hamba ciptaan tuhan. Pertanyaan ini sering muncul di otak pemikir – pemikir besar kita. Gandhi, berkata “nasionalismeku adalah kemanusiaan”. Tersirat di situ sebagai orang sosialis Ghandi yang sangat mencintai, memahami dan mendalami tanah air sebagai apa yang harus ia perjuangkan sampai akhir hayatnya. Dasar inilah membuat aspek politik mengental dalam masyarakat. hanya orang tertentu saja yang sadar akan keadaan ini. Yang paling peka dan jernih pemikirannya adalah mahasiswa. Kampus sebagai domain pemikiran, hendaknya memberikan sumbangan edukatif mengenai wawasan politik. Saling mendengar pendapat, menelaah suatu masalah kemudian mengintepretasikannya. Kehidupan di kampus tanpa poltik adalah bull shit. Tak ada kampus yang tidak sama sekali melakukan aktifitas poltik. Jika hal ini terjadi maka kampus itu tidak sehat. Tidak sehat di sini, bisa dkategorikan menjadi dua, yaitu secara fisik, entah kampus itu tidak memiliki fasilitas atau tempat yang layak, dn yang kedua sakit secara otak. Yang kedua inilah yang paling parah. Sebab pihak mahasiswa dan rektorat tidak memiliki –atau sengaja- kesadaran untuk menumbuhkan sikap kebangsaaan dengan dasar pancasila. Politik saat ini diidentikkan dengan aksi, demonstrasi dan mogok. Padahal kebanyakan kegiatan politik membuat kampus menjadi sehat. Mahasiswa dihadapkan pada dinamika jaman yang begitu kompleks dengan permasalahan multi dimensi dan global. Jadi mahasiswa bukan hanya jadi korban, tapi harus menjadi pelaku sekaligus praktisi politik. Mahasiswa menjadi pemikir yang siap terjun ke masyarakat dengan bekal yang kuat. Ideology yang tertanam untuk membuat tatanan masyarakat yang adil makmur sejahtera dapat terwujud nyata. Bukan hanya angan yang memberi angina lalu, tapi ombak yang menghempas lautan. Politik memiliki kebebasan bagi tiap manusia. Seperti kasus pemilihan ideology, paham yang berkembang dalam kampus jangan dipandang sebagai suatu hal yang janggal. Semua itu harus ditelaah dahulu. Untuk selanjutnya melihat perkembangannya. Sebab sesungguhnya orang yang yang tidak mau menerima hal baru adalah orang yang kuno, otoriter dan feodal. Jangan bilang bahwa peristiwa 30S adalah penghianatan PKI sebelum membaca dokumen CIA dan Cornell’s Paper. Jangan bilang Soeharto bapak pembangunan sebelum menghitung hutang Indonesia. Semua itu memiliki akar simpul panjang. Berpikiran sempit bukanlah pribadi mahasiswa. Mahasiswa hruslah berpikiran panjang, terbuka, luas, jernih dan jujur. Jangan kita membohongi diri kita sendiri. Jika paradigma demokrasi tertanam dalam jiwa muda mahasiswa, saya yakin 10 – 15 tahun lagi Indonesia akan memiliki pemimpin – pemimpin baru dengan semangat kebangsaan tinggi. Akan lahir Hugo Chaves – Hugo Chaves baru, akan lahir Ahmadinejad Indonesia baru dan akan lahir Soekarno – Soekarno kecil. Dalam pidatonya, Bung Karno pernah berkata, kemerdekaan adalah jembatan emas Indonesia untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur di masa yang akan datang. Dan siapakah pelakunya? Ya, mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa jeli melihat ketidak beresan di sekitarnya, mahasiswa tanggap dengan lingkungannya dan mahasisw tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan kehidupan kampus yang demokratis hal itu bisa terwujud nyata. Bagaimanakah perwujudan demokratis itu? Kembali pada prinsip sosio demokratis. Yaitu kesamaan dalam memilih jalan pemikiran dan ideology secara bebas bertangung jawab. Mahasiswa menjadi centre di tiap perdebatan intelektual. Perlunya kaum akademisi muda yang mampu menjawab tantangan demokratis. Terkikisnya demokrasi sudah menjadi kasus umum dalam kehodupan kita sehari – harinya. Mengapa kita tak dapat berpikir sehat ke arah itu. Jawaban itu bisa ditemukan saat kita mendapatkan pemikiran – pemikiran saat melaksanakan studi. Demokrasi, politik, kebebasan tak dapat lepas satu sama lain. Kampus harus menjadi basis ini semua. Sebab, jika mahasiswa saja tidak mengerti ini, bagaimana nantinya masyarakat kita? Bagaiman Indonesia 50 tahun ke depan. Perubahan kecil akan melahirkan revolusi besar, dan revolusi akan melahirkan transformasi yang menyeluruh. Kita lihat apakah nantinya kita dapat memahami pentingnya politik dalam kampus.

my favorit